BAB II
PEMBAHASAN
A. Hadis tentang Larangan Mengicuh/Menipu dalam Jual Beli
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَرَّ عَلَى صُبْرَةِ طَعَامٍ فَأَدْخَلَ يَدَهُ
فِيهَا فَنَالَتْ أَصَابِعُهُ بَلَلًا فَقَالَ مَا هَذَا يَا صَاحِبَ الطَّعَامِ
قَالَ أَصَابَتْهُ السَّمَاءُ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ أَفَلَا جَعَلْتَهُ
فَوْقَ الطَّعَامِ كَيْ يَرَاهُ النَّاسُ مَنْ غَشَّ فَلَيْسَ مِنِّي (روه مسلم)
“Dari Abu Hurairah ra bahwa Rasulullah pernah melewati setumpuk
makanan, lalu beliau memasukkan tangannya ke dalamnya, kemudian tangan beliau
menyentuh sesuatu yang basah, maka pun beliau bertanya, “Apa ini wahai pemilik
makanan?” Sang pemiliknya menjawab, “Makanan tersebut terkena air hujan wahai
Rasulullah.” Beliau bersabda, “Mengapa kamu tidak meletakkannya di
bagian makanan agar manusia dapat melihatnya? Ketahuilah, barangsiapa menipu
maka dia bukan dari golongan kami.” (HR. Muslim No.102 ).
Pemahaman Hadis :. Ketika
Rasulullah melewati sebuah pasar, beliau mendapatkan penjual makanan yang
menumpuk bahan makanannya. Bisa jadi seperti tumpukan biji-bijian, ada yang di
atas ada yang di bawah. Bahan makanan yang di atas tampak bagus, tidak ada cacat/rusaknya.
Namun ketika memasukkan jari-jemari beliau ke dalam tumpukan bahan makanan
tersebut, beliau dapatkan ada yang basah karena kehujanan (yang berarti bahan
makanan itu ada yang cacat/rusak). Penjualnya meletakkannya di bagian bawah
agar hanya bagian yang bagus yang dilihat pembeli. Rasulullah pun menegur perbuatan tersebut dan
mengecam demikian kerasnya. Karena hal ini berarti menipu pembeli, yang akan
menyangka bahwa seluruh bahan
makananan itu bagus.Seharusnya seorang mukmin menerangkan keadaan barang
yang akan dijualnya, terlebih lagi apabila barang tersebut memiliki cacat
ataupun aib.
Syarih berkata : hadis di atas menunjukkan harmnya menyembunyikan cacat dan
wajibnya menerangkan cacat itu kepada pembeli. Perkataan “maka dia bukan
termasuk dari golongan kami” menunjukkan haramnya menipu dan itu telah menjadi
ijma’ ulama.[1]
Adapun dalam hadis lain yang
diriwayatkan oleh Nasai no 4429 :
أَخْبَرَنَا
قُتَيْبَةُ عَنْ مَالِكٍ عَنْ نَافِعٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنْ النَّجْشِ
“melarang dari menawar barang untuk
mengecoh pembeli yang lain”
[HR.Nasai No.4429]
Penjelasan hadits:
Bahwasannya Rasulullah Saw. melarang kita untuk
menawar barang untuk mengecoh pembeli yang lain, maksudnya adalah menawar yang
dimaksud bukan untuk membeli tetapi mempengaruhi pembeli yang lain supaya
pembeli itu membeli barang tersebut dengan harga tinggi yang ditawarkannya.
Orang yang tidak berminat untuk membeli dan tidak tertarik hendaknya tidak ikut
campur dan tidak menaikkan harga. Biarkan para pengunjung (pembeli) yang
berminat untuk tawar menawar sesuai harga yang diinginkan. Sedangkan dalam
hadits ini jelas dilarang, dimana ada perhitungan untuk menguntungkan penjual
ataupun adanya kesepakatan antara si penjual dengan beberapa kawannya untuk
menaikkan harga barang. Harapannya agar pembeli yang datang menawar dengan
harga yang lebih tinggi, tentunya ini haram karena ada unsur penipuan dan
mengambil harta dengan cara batil.
Ini dilarang karena yang pertama perbuatan ini
perbuatan menipu yang memang dilarang dalam Islam, yang kedua karena dapat
menimbulkan harga dari barang tersebut tidak stabil, karena semisal barang
tersebut harganya hanya Rp 15.000,- tetapi karena terkecoh harga justru menjadi
Rp 20.000,- atau bahkan 30.000,- yang berarti 2x lipatnya ini tentunya akan
merusak harga pasar. Apalagi seharusnya sisa dari uang tersebut dapat digunakan
untuk membeli kebutuhan lain justru hilang. Dan yang akan ditimbulkan
selanjutnya adalah apabila si pembeli asli mengetahui harga sebenarnya maka
akan menimbulkan kekecewaan dan ketidak percayaan terhadap penjual atau bahkan
memberitahukan kepada pembeli lain untuk tidak berbelanja atau membeli di
tempat penjual tersebut yang pada akhirnya si penjual justru akan kehilangan
pelanggan lainnya.[2]
B.
Larangan Bersikap
Curang Dalam Menimbang dan Menakar
Sabda
Rasulullah Saw :
وَلَمْ يَنْقُصُوا الْمِكْيَالَ وَالْمِيزَانَ ، إِلاَّ أُخِذُوا بِالسِّنِينَ ، وَشِدَّةِ الْمَئُونَةِ ، وَجَوْرِ السُّلْطَانِ عَلَيْهِمْ ، وَلَمْ يَمْنَعُوا زَكَاةَ أَمْوَالِهِمْ إِلَّا مُنِعُوا الْقَطْرَ مِنَ السَّمَاءِ ، وَلَوْلَا الْبَهَائِمُ لَمْ يُمْطَرُوا... أخرجه ابن ماجه و غيره
”…Tidaklah
mereka mengurangi takaran dan timbangan kecuali akan ditimpa paceklik, susahnya
penghidupan dan kezaliman penguasa atas mereka. Tidaklah mereka menahan zakat
(tidak membayarnya) kecuali hujan dari langit akan ditahan dari mereka (hujan
tidak turun), dan sekiranya bukan karena hewan-hewan, niscaya manusia tidak
akan diberi hujan….”(Diriwayatkan oleh Ibnu Majah (2/1322) no. 4019, Abu
Nu’aim, al-Hakim dan yang lainnya)
Maksudnya adalah mereka ditimpa kekeringan dan paceklik, yaitu Allah Subhanahu
wa Ta'ala menahan hujan dari mereka (Dia tidak menurunkan hujan untuk
mereka), dan jika bumi menumbuhkan tumbuh-tumbuhan maka Allah akan mengirimkan
musibah kepada mereka berupa serangga, ulat dan hama penyakit lain yang merusak
tanaman. Dan jika tanaman itu berbuah maka buahnya tidak ada rasa manis dan
segar. Betapa banyak petani yang melakukan kecurangan mendapati buah-buahannya
tidak memiliki rasa.
Dan
disebutkan di dalamnya hadits dari Ibnu ‘Abbas ra ia berkata:
لما قدم النبي صلى الله عليه وسلم المدينة كانوا من أخبث الناس كيلاً
”Ketika
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam datang ke Madinah, mereka (penduduk
Madinah) adalah termasuk orang yang paling curang dalam takaran.”
Maksudnya, penduduk Madinah dan kaum Anshar sebelum datangnya Nabi Saw ke Madinah, dahulu
mereka sudah terbiasa dengan bertansaksi dalam jual beli. Dan mereka adalah
manusia yang paling curang dalam takaran, atau termasuk di antara manusia yang
paling curang dalam takaran. Yakni, mereka curang dalam masalah takaran dan
timbangan, dan mereka menguranginya dalam masalah itu. Ketika Nabi Saw tiba di
Madinah, Allah SWT menurunkan beberapa ayat al-Qur’an. Dan di antara ayat yang
turun adalah firman Allah SWT :
وَيْلُ لِلْمُطَفِّفِينَ {1} الَّذِينَ إِذَا اكْتَالُوا عَلَى النَّاسِ يَسْتَوْفُونَ {2} وَإِذَا كَالُوهُمْ أَو وَّزَنُوهُمْ يُخْسِرُونَ {3}
”Kecelakaan besarlah bagi
orang-orang yang curang, (yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari
orang lain mereka minta dipenuhi, dan apabila mereka menakar atau menimbang
untuk orang lain, mereka mengurangi.” (QS. Al-Muthaffifin: 1-3)
Lalu Nabi Saw pun membacakannya di hadapan mereka. Maka setelah itu
mereka (penduduk Madinah dan kaum Anshar) menjadi orang yang paling baik/bagus
dalam masalah timbangan dan takaran. Ini adalah makna hadits yang diriwayatkan
oleh Ibnu Majah, Ibnu Hibban dalam Shahihnya, dan al-Baihaqi rahimahumullah
dalam Syu’abul Iman dan yang lainnya. Dan hadits ini dinyatakan hasan oleh Syaikh
al-Albani rahimahullah)
Jadi karena kecurangan mereka terhadap sesamanya, maka Allah menghukum
mereka dengan adanya kekeringan dan paceklik, kehidupan yang susah, kebutuhan
yang semakin bertambah, harga barang-barang yang semakin naik dan ditambah lagi
dengan kezahaliman penguasa terhadap mereka. Oleh sebab itu kalau kita ingin
lepas dari berbagai macam musibah di atas maka kuncinya adalah kejujuran ketika
menakar dan menimbang.
Penjelasan Ayat 1-3 : Kata wail (وَيْلٌ) artinya adzab yang dahsyat di akherat. Ibnu Abbâs ra
berkata, “Itu adalah satu jurang di Jahannam, tempat mengalirnya nanah-nanah
penghuni neraka”. Sementara kata التَّطْفِيفُ (at-tathfîf) bermakna pengurangan. Kata ini berasal dari kata الطَّفِيْفُ yang artinya sesuatu yang sedikit disebut
mutathaffif karena tidaklah ia mencuri (mengambil) milik orang lain melalui
proses penakaran dan penimbangan kecuali kadar yang sedikit.
Menurut Ulama Lughah (Bahasa Arab), al-muthaffifûn adalah orang-orang yang mengurangi takaran dan timbangan, tidak memenuhi dan menyempurnakannya. Allâh SWT langsung menafsirkan hakekat muthaffifîn (yang melakukan kecurangan) dalam ayat kedua dan berikutnya, dengan berfirmanyang artinya, "Yaitu orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dipenuhi. Dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi."(al-Muthaffifîn/83:1-6).
Praktek kecurangan mereka seperti yang diterangkan Allah SWT, jika orang lain menimbangkan atau menakar bagi mereka sendiri, maka mereka menuntut takaran dan timbangan yang penuh dan sekaligus meminta tambahan. Mereka meminta hak mereka dipenuhi dengan sebaik-baiknya, bahkan minta dilebihkan. Namun apabila mereka yang menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi kadarnya sedikit, baik dengan cara menggunakan alat takar dan timbangan yang sudah direkayasa, atau dengan tidak memenuhi takaran dan timbangannya. .
Menurut Ulama Lughah (Bahasa Arab), al-muthaffifûn adalah orang-orang yang mengurangi takaran dan timbangan, tidak memenuhi dan menyempurnakannya. Allâh SWT langsung menafsirkan hakekat muthaffifîn (yang melakukan kecurangan) dalam ayat kedua dan berikutnya, dengan berfirmanyang artinya, "Yaitu orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dipenuhi. Dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi."(al-Muthaffifîn/83:1-6).
Praktek kecurangan mereka seperti yang diterangkan Allah SWT, jika orang lain menimbangkan atau menakar bagi mereka sendiri, maka mereka menuntut takaran dan timbangan yang penuh dan sekaligus meminta tambahan. Mereka meminta hak mereka dipenuhi dengan sebaik-baiknya, bahkan minta dilebihkan. Namun apabila mereka yang menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi kadarnya sedikit, baik dengan cara menggunakan alat takar dan timbangan yang sudah direkayasa, atau dengan tidak memenuhi takaran dan timbangannya. .
Mereka tidak suka orang lain mendapatkan perlakuan yang sama dengan
perlakuan untuk dirinya (dengan dipenuhi timbangan dan takaran bila membeli). Orang-orang
yang melakukan kecurangan ini terancam dengan siksa yang dahsyat atau neraka
Jahannam.[3]
C.
Alasan
Islam Melarang Berbuat Curang dan Menipu
Islam
mengharamkan penipuan dan kecurangan dalam semua
aktifitas manusia, termasuk dalam kegiatan bisnis dan jual beli. Memberikan
penjelasan dan informasi yang tidak benar, mencampur barang yang baik dengan
yang buruk, menunjukkan contoh barang yang baik dan menyembunyikan yang tidak
baik. Penipuan ini berakibat merugikan pihak pembeli.
Maka Islam
sangat mengecam penipuan dalam bentuk apapun dalam berbisnis. Lebih jauh lagi
barang yang hendak dijual harus dijelaskan kekurangan dan cacatnya. Jika
menyembunyikannya, maka itu adalah kezhaliman. Padahal, jika kejujuran dalam
bertransaksi di junjung tinggi dan dilaksanakan akan menciptakan kepercayaan
antara pembeli dan penjual, yang akhirnya menciptakan keharmonisan dalam
masyarakat.
Ingat dalam
hadits di atas Rasulullah telah dengan tegas mengatakan, bahwa bertransaksi
dibumbui dengan ketidakjujuran tersebut tidak akan berkah. Dan
beliau menyebutkan bahwa ‘Barang siapa
yang menipu kami, bukanlah dari golongan kami (Riwayat Muslim).
Ketidakjujuran
dalam bertransaksi saat ini memang sulit ditemui. Banyak kita menjumpai
pedagang yang hanya mengatakan barang yang dijualnya adalah barang yang
sempurna, paling bagus, yang membuat pembeli tergiur, tetapi tidak dikatakan
atau dijelaskan cacatnya barang tersebut. atau promosi (penawaran) yang terjadi
saat ini baik di media cetak atau elektronik (TV dan radio) hanya mengatakan
keunggulan-keunggulan produk tersebut, tapi tidak pernah mengatakan
kekuarangan-kekurangan dari produk tersebut.
Berbuat curang dalam jual beli berarti berbuat zalim kepada orang lain
dalam urusan hartanya dan memakan harta mereka dengan cara yang batil. Walau
pun hanya sedikit, harta yang didapatkan dengan jalan berbohong, menyembunyikan
kecacatan, atau mengurangi timbangan adalah harta yang haram. Sudah seharusnya
kita menjauhkan diri kita dari harta-harta semacam itu.
Seorang pembeli akan merasa
kecewa, kalau barang yang dibeli ternyata tidak sesuai dengan yang diharapkan,
karena ditipu atau dicurangi. Bila pembeli kecewa, maka tidak akan membeli lagi
dan tidak akan membeli produk lain di tempat tersebut serta merekomendasikan
pada teman-temannya, keluarganya, tetangganya tentang keburukan perusahaan
tersebut dan untuk tidak membeli produk-produknya. Akibatnya
akan ditinggalkan pelanggannya dan penjualannya akan semakin menurun. Apalagi
penjual menggunakan sumpah-sumpah untuk meyakinkan kualitas produknya. Allah
melarang menggunakan sumpah sebagai alat penipu. Dalam surat An Nahl ayat 92 : Dan
janganlah kamu seperti seorang perempuan yang menguraikan benangnya yang sudah
dipintal dengan kuat menjadi cerai berai kembali, kamu menjadikan sumpahmu
sebagai alat penipu di antaramu disebabkan adanya satu golongan yang lebih
banyak jumlahnya dari golongan lain.
Dalam hadis lain Rasulullah s.a.w. juga melarang
melakukan penipuan dalam jual-beli. Dari Abdullah bin Umar r.a. katanya :
”Seorang laki-laki bercerita kepada Rasulullah s.a.w. bahwa dia ditipu orang
dalam hal jual beli. Maka sabda beliau : ”Apabila engkau berjual beli, maka
katakanlah jangan menipu” (Bukhari dan Muslim).[4]
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari pembahasan di atas dapat
ditarik kesimpulan bahwa Islam adalah agama yang sempurna. Begitupun dalam hal
jual beli, Islam sangat melarang perbuatan menipu dan curang. Karena selain
mendapat dosa besar, orang menipu dalam jual beli akan mengecewakan pembelinya.
Dan memakan harta orang lain secara bathil adalah haram. Oleh karena itu, Islam
mengajurkan jujur dalam hal muamalah.
B.
Saran
Saran penulis kepada pembaca,
sebagai seorang muslim hendaknya kita selalu bersikap jujur baik dalam jual
beli maupun dalam kehidupan sehari-hari. Karena dengan bersikap jujur, diri
kita telah menjadi seorang muslim yang benar-benar taat kepada agama dan menjauhi
kemunafikan yang berakhir dengan dosa.
DAFTAR
PUSTAKA
Taimiyyah, Majdudin bin ,Nailul Authar, Surabaya : Bina Ilmu,
2007.
Imam Qurtubi, Al-Jami
Li-Ahkam Al-Quran Jilid I, Kairo : Maktabah Dar al-Hadits, 2002.
[1] Majdudin bin Taimiyyah,Nailul
Authar,(Surabaya : Bina Ilmu, 2007)Jilid 4, hlm. 1755-1756.
[2] http:www. http://setyara.blogspot.com/2013/06/normal-0-false-false-false-en-us-x-none.html. Diakses pada tanggal 26 April
2015.
[4]http://cecilslow.blogspot.com/2013/12/hadis-tentang-larangan-menipu-dalam.html. Diakses pada tanggal 26 April
2015.
BalasHapusSaya selalu berpikir bahwa semua perusahaan pinjaman online curang sampai saya bertemu dengan perusahaan peminjam yang meminjamkan uang tanpa membayar terlebih dahulu.
Jika Anda mencari pinjaman, perusahaan ini adalah semua yang Anda butuhkan. setiap perusahaan yang meminta Anda untuk biaya pendaftaran lari dari mereka.
saya menggunakan waktu ini untuk memperingatkan semua rekan saya INDONESIANS. yang telah terjadi di sekitar mencari pinjaman, Anda hanya harus berhati-hati. satu-satunya tempat dan perusahaan yang dapat menawarkan pinjaman Anda adalah SUZAN INVESTMENT COMPANY. Saya mendapat pinjaman saya dari mereka. Mereka adalah satu-satunya pemberi pinjaman yang sah di internet. Lainnya semua pembohong, saya menghabiskan hampir Rp35 juta di tangan pemberi pinjaman palsu.
Pembayaran yang fleksibel,
Suku bunga rendah,
Layanan berkualitas,
Komisi Tinggi jika Anda memperkenalkan pelanggan
Hubungi perusahaan: (Suzaninvestment@gmail.com)
Email pribadi saya: (Ammisha1213@gmail.com)
Nonton Bokep Download Bokep
BalasHapusHanya di SIKONTIL.BEST
FORUM TANTE GIRANG
DOWNLOAD VIDEO BOKEP TERBARU
SKANDAL ARTIS INDONESIA
NONTON FILM BOKEP INDO
NONTON FILM BOKEP BARAT
NONTON FILM BOKEP JEPANG
NONTON FILM BOKEP KOREA
NONTON FILM SEMI TERBARU